Selasa, 20 Januari 2015

Review Buku : The Best School

Buku ini sudah menemaniku beberapa minggu, rasanya setiap membaca buku ini, ada dahaga yang terus menerus kutemui. Rasa penasaran dan keingintahuan tentang konsep sekolah yang digagas “The Best Schools” membuatku ditarik dalam setiap kata yang Thomas Armstrong jabarkan. Rasa-rasanya buku ini adalah konsep sekolah yang benar-benar berpihak pada anak, bukan berpihak pada kurikulum, bukan pada pemilik atau masyarakat pada umumnya. Sebuah konsep sekolah yang telah dipraktekkan ke dalam sekolah-sekolah unik, yang sayangnya jumlahnya tak banyak. Inilah buku yang kucari untuk menemaniku dalam mendampingi buah hati yang sebentar lagi meninggalkan masa anak-anaknya.

Ketertarikanku semakin mendalam karena konsep yang ada di buku ini memiliki irisan persamaan dengan konsep pendidikan dalam islam (walau hanya sedikit). Ketika dalam Islam dikatakan bahwa muara dari pendidikan anak adalah tercapainya Aqil Baligh, di buku ini  diuraikan bahwa SMA adalah gerbang kedewasaan. Sebuah persamaan yang mau tidak mau aspek-aspek yang terkait di dalamnya juga memiliki kesamaan. Jikalau konsep The Best Schools dipraktekkan, akan didapati generasi SMA sudah memiliki kematangan psikologis dan biologis. Itu juga yang dilakukan jika Pendidikan Aqil Baligh dilaksanakan. Saat anak sudah Aqil Baligh, anak sudah menjadi manusia dewasa yang siap melakukan tugas-tugasnya sebagaimana manusia seutuhnya.
Buku ini menjelaskan adanya dua kubu yang berbeda dalam memandang sekolah sebagai tempat belajar anak. Di satu sisi ada konsep Wacana Prestasi Akademik (WPA) yang dianut sebagian besar sekolah-sekolah yang ada. Sebuah konsep yang telah mencabut anak dari dunia nyatanya. Di sisi lain, ada konsep Wacana Perkembangan Manusia (WPM) yang sebenarnya adalah konsep memanusiakan anak dan mendekatkan anak pada dunia nyatanya. Dua konsep ini banyak memiliki perbedaan dan tentunya banyak juga memiliki dampak pada anak. Di dalam buku yang menjadi cetak biru buku ‘Sekolahnya Manusia’ Munif Chatib ini, dijelaskan 12 dampak dan pengaruh negatif pelaksanaan sekolah yang menggunakan WPA. Demikian juga dengan gamblangnya penulis menjabarkan keuntungan dan kelebihan WPM sebagai konsep yang seharusnya dilaksanakan di sekolah-sekolah.
Secara bertahap, buku ini menjelaskan bagaimana seharusnya konsep sekolah dilaksanakan mulai dari usia dini sampai SMA. Dengan konsep WPM yang dipercayainya, Thomas Armstrong berhasil menemukan benang merah pendidikan mulai dari usia dini sampai SMA. Dan benang merah itu bukanlah idiom yang sekarang masih dipakai kebanyakan sekolah dan guru, “Tujuan PAUD / TK adalah menyiapkan anak untuk masuk SD, dan SD adalah persiapan menuju pendidikan selanjutnya SMP. Selanjutnya SMP adalah program persiapan menuju pendidikan di SMA.” Inilah idiom berbahaya yang hanya memandang murid sebagai siswa bukan sebagai manusia bagian dari masyarakat.
Setiap anak dalam periode perkembangannya memiliki keunikan. Anak SMP memiliki kebutuhan perkembangan yang sangat berbeda dengan anak SMA, pertanyaannya adalah mengapa model sekolah SMP dan SMA disamakan? Demikian juga anak TK (PAUD) yang memiliki kebutuhan perkembangan yang sangat berbeda dengan anak SD, namun, “Mengapa pembelajaran di TK (PAUD)  disamakan dengan SD (dalam bidang akademik)?”

 Buku ini menjadi buka bacaan wajib bagi orangtua yang ingin melihat pendidikan yang memberdayakan, pendidikan yang menjadikan anak sebagaimana anak yang tumbuh sesuai dengan potensi dan kekuatan masing-masing. Walau untuk mempraktekkan apa yang ada di buku ini sangat sulit, minimal sebagai orangtua, kita memiliki panduan yang menjadi pedoman dalam menemani tumbuh kembang anak.

Tidak ada komentar: